Sejarah Lumpur Lapindo yang Telah Menimbulkan Kerugian Besar

Semburan besar dari sejarah lumpur lapindo merupakan bencana yang terjadi di Kecamatan Porong Kabupaten Sidoarjo. Pada tanggal 18 Mei 2006, PT Lapindo melakukan pengeboran Brantas hingga kedalaman 8.500 kaki.

Sebelum melakukan pengeboran, perusahaan diingatkan untuk memasang pipa casing. Ini harus dilakukan sebelum pengeboran. Namun semburan lumpur panas mulai terjadi pada pukul 05.30 WIB tanggal 29 Mei 2006.

Sejarah Lumpur Lapindo Tahun 2006

Sejarah lumpur lapindo yang terjadi pada tahun 2006 silam menimbulkan banyak kerusakan hingga kerugian milyaran rupiah dan utang kepada negara.

Keberadaan semburan lumpur Sidoarjo atau semburan lumpur lapindo merupakan peristiwa bersejarah yang telah melalui proses panjang sejak pertama kali muncul pada tanggal 29 Mei 2006 dan hingga saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

Pada tanggal 18 Mei 2006, PT Lapindo Brantas mendapat peringatan mengenai pengeboran yang mencapai kedalaman 8.500 kaki. Saat itu, rekanan Lapindo Brantas yakni PT Medco Energi mengingatkan pentingnya pemasangan selubung atau casing sebelum melakukan pengeboran.

29 Mei 2006 liran pada semburan mulai mengalir dari sumur Banjar Panji 1 di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, sebagai bagian dari kegiatan pengeboran eksplorasi gas di blok Brantas milik PT Lapindo Brantas.

Sejarah lumpur lapindo tanggal 13 Juni 2006 dilakukan penutupan ruas tol Surabaya-Gempol akibat banjir daru semburan vulkanik terus berlangsung tanpa henti. Bendungan telah dibangun tanggal 10 Agustus 2006 untuk mencegah masuknya vulkanik tersebut ke pemukiman warga jebol. Bukan hanya tanggul yang rusak.

Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tanggal 18 April 2007 mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2007 tentang pembentukan Badan Pengelola Lumpur Sidoarjo (BPLS).

Jumlah Utang PT Lapindo Minarak Jaya

Aburizal Bakrie sebagai pemilik dari PT Lapindo Minarak Jaya masih menunggak utang pemerintah sebesar Rp 2,2 triliun sudah jatuh tempo sejak 2019, empat tahun lalu.

Utang tersebut berasal dari dana penyelamatan yang dikucurkan pemerintah untuk memberikan kompensasi kepada puluhan ribu korban semburan dalam sejarah lumpur lapindo.

Pemerintah masih berupaya menagih utang pada PT Lapindo Minarak Jaya (LMJ) dengan sering menyuratinya. Namun perusahaan ini selalu mengemukakan argumentasi.

Kementerian Keuangan akhirnya menyerahkan kasus utang perusahaan ke Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) cabang Jakarta. Total utang jangka panjang ke perusahaan terkait kepada negara sebesar Rp773 miliar.

Namun jumlah tersebut belum terhitung bunga dan denda keterlambatan pengembalian. PT Lapindo Minarak Jaya seharusnya melakukan pembayaran setiap tahun sejak tahun 2017.

Namun hingga akhir tahun 2018 dalam sejarah lumpur lapindo, hanya dilakukan satu kali pembayaran yaitu sebesar Rp 5 miliar. Sejak saat itu, PT Lapindo menunggak pembayaran karena berbagai alasan.

Total utang dari PT ini sebesar Rp 2,23 triliun per 31 Desember 2020. Terdiri dari bunga Rp 201 miliar dan denda yang tidak disebutkan besarannya.

Dampak dan Kompensasi dari Peristiwa Lapindo

Dampak semburan tanah vulkanik ini sangat besar dan luas jangkauannya. Sebanyak 16 desa di tiga kecamatan di Sidoarjo terendam lumpur panas yang terus meningkat.

Lebih dari 25.000 warga Sidoarjo harus mengungsi, 8.200 diantaranya harus dievakuasi karena kampung halamannya sudah tidak bisa dihuni lagi. Tak kurang dari 10.426 unit perumahan dan 77 tempat ibadah terendam lumpur.

Sejarah lumpur Lapindo jumlah ini belum termasuk kantor pemerintah, sekolah, dan fasilitas umum lainnya, termasuk jaringan listrik, telepon, dan air minum. Juga ratusan hektar lahan pertanian dan persawahan milik warga, serta ribuan ekor hewan ternak.

Tidak hanya masyarakat, para pengusaha juga menjadi korban karena tempat usahanya tersapu oleh tanah panas. Total ada 31 pengusaha yang mengajukan gugatan dengan tuduhan kerugian hingga Rp 800 miliar.

Mahkamah Konstitusi (MK) menguatkan gugatan aliansi bisnis tersebut pada tahun 2015. MK menegaskan, para pelaku usaha di kawasan aliran puing juga menjadi korban dan mendapat ganti rugi dari dana negara.

Namun kompensasinya belum dibayarkan. Setelah 13 tahun berlalu sejarah lumpur lapindo, menurut JPNN (28 Mei 2019), masih banyak warga yang belum menerima santunan meski sudah berkali-kali mengadu ke pemerintah. Selain itu, ganti rugi yang dibayarkan hanya bersifat materiil dan belum memperhitungkan kerugian non materiil yang ditimbulkan kepada para korban.

Karakteristik Lumpur Pada Peristiwa Lapindo

Menurut sumber yang sama, beberapa ciri lumpur dalam sejarah lumpur lapindo yang meletus di Desa Siring, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo dengan beberapa karakteristik. Suhu tanah di permukaan dekat pusat letusan mencapai 100 °C dengan komposisi padat dan air masing-masing 60% dan 40% sehingga lumpur menjadi sangat kental.

Karena viskositas vulkanik yang tinggi, pergerakannya sangat lambat dan sulit digerakkan oleh gravitasi. Aliran lumpur di Sidoarjo disertai deformasi geologi aktif di sekitar lokasi ledakan.

Para ahli geologi berpendapat bahwa semburan di Sidoarjo atau biasa disebut lumpur lapindo merupakan fenomena lumpur vulkanik yang berkaitan dengan aktivitas gunung berapi. Belum bisa diprediksi kapan fenomena ini akan berakhir.

Sejarah lumpur lapindo tidak hanya menimbulkan dampak fisik luar biasa, namun juga menimbulkan dampak sosial dan ekonomi sangat signifikan bagi masyarakat yang terkena dampak.